Prioritas Tempat Duduk: Antara Hak dan Kewajiban

Suatu sore, saya pulang kerja menuju stasiun KRL. Dalam kondisi lelah, lecek, dan habis kena gerimis, saya menunggu kereta jurusan pulang. Beberapa saat kemudian keretanya datang. Pintu dibuka dan saya masuk santai (saya bukan tipe yang menghambur rebutan tempat duduk). Kebetulan ada tempat kosong di kursi biasa (bukan prioritas). Saya pun duduk. Pas punggung menyentuh bantalan kursi, rasanya beban saya terangkat. Jarang-jarang dapat tempat di jam pulang. Secercah surga itu rasanya. Orang-orang yang terbiasa komuter bakal mengerti.

Beberapa stasiun kemudian masuklah ibu-ibu paruh baya di kereta yang sudah penuh. Dia berdiri di depan tempat saya. Sesaat saya tahu kalau ibu ini masih kuat untuk berdiri karena postur bagus, namun tampak juga kalau dia hampir-hampir di kategori “harus diprioritaskan” karena usia. Karena dia berdiri di depan saya, otomatis ada dorongan moral untuk kasih tempat duduk. Di sisi lain, saya capek banget dan belum tentu bisa duduk selama 40 menit ke depan. Lalu, apa yang harusnya saya lakukan?

* * *

Konflik Hak dan Kewajiban

Itu sepenggal kisah yang terjadi belum lama. Saya pun yakin bukan satu-satunya yang merasakan hal sama. Baik di kendaraan atau tempat umum. Saya kepikiran sampai sekarang. Benturan “hak” dan “kewajiban” dalam contoh sederhana sehari-hari. Kenapa dua kata tersebut dikasih tanda petik? Karena dalam konteks ini kita belum punya definisi baku antara hak dan kewajiban. Kita memerlukannya untuk menjawab pertanyaan berikut:

  1. Andai ibu paruh baya masuk kategori prioritas, siapa yang lebih berhak atas tempat duduk, saya atau ibu-ibu tersebut?
  2. Apakah saya wajib memberikan tempat saya? Kalau ya, mengapa? Kalau tidak, siapa yang punya kewajiban itu?

Baca lebih lanjut

Simple Bookbinding: Sketchbook/Notebook DIY with Cable Ties

Dulu saya pernah bikin tutorial coptic bookbinding di blog ini. Tampangnya indah dan fancy. Hanya kekurangannya adalah perlu cukup waktu dan kesabaran untuk membuatnya. Kali ini saya bikin versi yang lebih simpel. Anda bisa buat sketchbook atau notes sendiri dalam setengah jam dengan barang yang tersedia di kantor atau rumah! Ini juga bisa jadi proyek/tugas sederhana untuk menggunakan bahan daur ulang seperti kardus dan kertas bekas.

Kuncinya ada di penggunaan kreatif cable ties. Biasanya untuk mengikat lembaran buku orang memakai lem, benang, atau campuran keduanya (please jangan include stapler, notes pribadi jangan disamakan dengan tugas kuliah hehehe). Bagaimana caranya? Simak tutorial membuat sketchbook atau notebook dengan cable ties berikut.

Alat dan Bahan

Simple Bookbinding Cable Ties (1)

Yang diperlukan adalah sebagai berikut:

  1. Gunting/cutter : untuk memotong kertas dan kardus. Gunakan yang cukup besar. Berdasarkan pengalaman, gunting daging (seperti di gambar) memotong kardus lurus tanpa susah payah. Untuk merapikan potongan kertas/kardus, cutter lebih berguna.
  2. Hole puncher: untuk melubangi kertas dan kardus. Bisa pakai yang satu lubang (seperti di gambar) atau dua lubang yang lebih umum.
  3. Kertas: boleh kertas kosong atau daur ulang. Saya mengambil A4 karena paling banyak tersedia.
  4. Kardus bekas: Untuk kover buku.

Cara Membuat

Simple Bookbinding Cable Ties (2)

1. Tentukan ukuran buku yang diinginkan. Saya rekomendasikan A5 untuk sketchbook dan A6 untuk notebook. Baca lebih lanjut

Jalan-jalan Sore di Masjid Raya Al-Azhom

Minggu sore dan tidak ada yang dilakukan. Kipas angin di kamar menderu sambil mendatangkan sedikit kesejukan. Di luar, matahari menyengat sementara udara lembab. Keringat membuat badan lengket. Karena nggak tahan, saya pun memutuskan keluar. Meskipun tetap berkeringat, penat bisa hilang sambil jalan-jalan.

Saya belum tahu banyak soal Tangerang tapi tidak tertarik eksplorasi. Alasannya ada beberapa:

  1. Panas dan udara kurang menyenangkan
  2. Lalu lintas bikin kesal (meski tak segila Jakarta)
  3. Wisata yang tersedia didominasi nuansa kapitalis seperti mall, water boom, dan sejenisnya. Saya tak suka wisata begitu karena menghabiskan uang hanya untuk hiburan buatan.
  4. Tidak ada makanan khas yang menarik (saya sudah coba laksa Tangerang dan kurang cocok)

Lalu saya ingat ada dua objek yang ingin saya lihat dari dekat di Tangerang: Pintu Air Sepuluh dan Masjid Raya Al-Azhom. Lalu saya melakukan sedikit riset di Google Maps. Di Taman Pintu Air, saya bisa mendapatkan pemandangan Sungai Cisadene yang bagus. Kebetulan tempat itu dekat dengan Masjid Al-Azhom. Saya putuskan berangkat, nanti sekalian sholat ashar di sana.

Ternyata arus lalu lintas yang ditunjukkan Google Maps agak beda dengan kondisi riil. Ini agak tricky, tapi saya berhasil lewat di jalur yang benar. Sayangnya entah mata saya kurang awas atau gimana, Taman Pintu Air gagal saya temukan. Saya lihat daerah rimbun di tepian sungai Cisadene dan banyak angkot ngetem, tapi tak lihat tulisan Taman Pintu Air. Saya malah lihat Taman Pramuka. Karena malas kembali, saya lanjutkan ke Masjid Al Azhom.

Masjid Al-Azhom ini memang tampak megah seperti nampak di foto. Hanya saja halamannya lebih sempit dari yang saya bayangkan. Letaknya berada di pusat pemerintahan Kota Tangerang. Pastinya ramai pada jam kerja, namun Minggu sore ini kebanyakan yang datang adalah keluarga atau pasangan yang mampir sholat dan berfoto ria.

Masjid Al Azhom-outside 1

Terasa megahnya apabila dipotret dari depan begini. Foto dari luar ini diambil lebih sore daripada foto di bagian dalam masjid. Dengan demikian nuansa masjid di kala senja lebih tampak.

 

Masjid Al Azhom-outside

Masjid Raya Tangerang di kala senja

Masjid Al Azhom-outside 2

Pintu masuk utama Masjid Al Azhom

Masjid Al Azhom ini diklaim memiliki kubah masjid terbesar di Asia Tenggara. Benar atau tidak, saya kurang tahu. Cuma, saya bisa bilang kalau kubahnya memang besar. Makin terasa kalau dilihat dari dalam sambil mendongak.

DCIM100MEDIA

Empat kubah kecil di tepi, satu kubah besar di tengah. Seluruhnya berhiaskan kaligrafi keemasan yang mengkilat.

Saya tiba sekitar setengah jam setelah adzan ashar. Sudah ketinggalan jamaah pertama. Tapi gelombang kecil sholat jamaah tak pernah habis di masjid jami seperti ini. Saya tunaikan dulu kewajiban, baru menuntaskan foto-foto. Karena pencahayaan yang menarik, saya bereksperimen foto diri sendiri di salah satu sudut masjid.

DCIM100MEDIA

Jajaran shaf terdepan yang dihiasi tiga jam bandul dan kaligrafi Allah & Muhammad. Tentunya foto ini diambil setelah saya beres sholat 🙂

DCIM100MEDIA

Leyeh-leyeh sore hari di lantai yang dingin sungguh nikmat

DCIM100MEDIA

Sisi masjid dengan pencahayaan yang menarik

 

DCIM100MEDIA

Foto eksperimen. Saya suka pencahayaannya.

Masjid Al Azhom-inside 1

Semakin sore, semakin sepi.

Puas berfoto, saya berkeliling sedikit di pusat pemerintahan. Biasanya di kota/kabupaten dari Serang sampai Banyuwangi tipikalnya sama di pusat kota: pusat pemerintahan, masjid jami, alun-alun. Saya jadi bertanya, apakah di pusat pemerintahan Tangerang ini ada alun-alun? Sebab saya tidak lihat ada hamparan rumput atau taman hijau luas di sekitarnya. Saya cuma lihat area berbentuk persegi dipaving merah dengan ornamen. Terlalu kecil untuk disebut alun-alun sih 😛

Syukurlah bosan saya terusir dengan jalan-jalan ini. Semoga bosan pembaca juga hilang dengan baca postingan dan lihat foto-foto ini.

IPLA, 4 Tips Membuat Tabel Efektif

Apa temuan terpenting manusia yang seringkali dilupakan? Bagi saya, salah satu jawabannya adalah tabel. Setahu saya tidak ada makhluk yang membuat tabel selain manusia. Sebabnya, manusia senang dengan keteraturan. Kita suka mengelompokkan berdasarkan kriteria tertentu supaya lebih indah serta mudah masuk pikiran.

Sekarang, tabel sering dipakai namun cuma di dunia akademis atau bisnis. Untuk urusan sehari-hari, kita cenderung mengabaikannya. Padahal tabel merupakan alat yang sangat berguna apabila kita tahu cara menggunakannya. Tidak peduli ditulis di kertas atau diolah di spreadsheet.

Tips menggunakan tabel secara efektif

Kali ini saya mau berbagi tips menggunakan tabel di kehidupan sehari-hari. Ilmu ini saya dapat ketika bekerja dengan konsultan dari firma kelas dunia. Kita menangani banyak hal dalam suatu proyek. Supaya tidak pusing, kita membuat tabel untuk melacak aktivitas inti proyek. Tabel ini jadi pegangan penting untuk menjaga proyek sesuai jadwal. Saking pentingnya, saya bisa ditegur para bos kalau tabelnya ngaco.

Jadi bagaimana cara membuat tabel yang efektif? Saya merangkumnya menjadi empat langkah yang disingkat menjadi IPLA. Dengan mengaplikasikan IPLA, pembaca bisa lebih rapi dalam menata berbagai urusan.

Berikut penjabarannya. Baca lebih lanjut