Kasus Meme Imelda: Tanda Aparatur Negara Kekurangan Selera Humor

Beberapa hari belakangan nama Ponorogo jadi tenar. Kabupaten halaman jadi sorotan nasional, yey :). Sayangnya bukan karena berita baik. Muncul ribut kasus Imelda yang terancam hukuman karena membuat dan menyebarkan memeĀ yang dianggap melecehkan polisi dan melanggar hukum.

Ini bukan pertama kali meme berujung kasus pidana. Beberapa waktu lalu marak juga pernyataan ticak tegas atas meme terkait Presiden Joko Widodo. Ada juga kasus lain yang memiliki kemiripan namun tidak terlalu terkenal. Kasus-kasus itu berdasarkan pengamatan saya ada satu kemiripan: kasusnya menjadi besar ketika meme berkaitan dengan aparat negara.

Di antara banyaknya kasus meme itu, saya mau berfokus kepada kasus Imelda. Ini adalah opini saya tentang kasus penggunaan meme Imelda yang dianggap melanggar hukum. Hitung-hitung membantu wong Ponorogo, kalau-kalau tulisan ini dibaca betul. Homies help homies. Always.

Pelanggaran dan Pasalnya

Soal konten meme yang menjadi masalah, silakan merujuk pada artikel di media online. Saya merujuk pada berita dari sini dan sini. Intinya foto polisi yang sedang berkomunikasi lewat HT diedit dan ditambahkan percakapan soal transfer uang tilang. Sebagai orang yang rajin lihat situs berisi meme, ini adalah postingan yang tipikal menurut saya. Banyak lah yang seperti ini di internet. Tapi ternyata berbuntut panjang karena pihak yang fotonya diambil dan diedit tidak terima karena merasa dilecehkan.

Jadi, pelanggaran apa yang sebenarnya terjadi? Mari kita lihat UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (sumber: kemenag.go.id)

Pasal 27 ayat 3 UUĀ ITE berbunyi sebagai berikut.
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.

Pasal di atas masuk dalam Bab Perbuatan Yang Dilarang. Kemudian hukuman atas pelanggaran pasal 27 ayat 3 tercantum dalam pasal 45 ayat 1 yang berbunyi sebagai berikut.
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Beberapa sumber menyebutkan pelanggaran pasal lain. Saya nggak melek hukum tapi melek IT. Satu-satunya pelanggaran yangĀ mungkin dilakukan Imelda adalah pasal 27 ayat 3 itu. Demikianlah menurut keterangan polisi.

Meme dan Konteksnya

Pertama, meme adalah produk dari pop culture modern. Kedua, meme adalah produk yang dihasilkan budaya Barat. Poin pentingnya adalah: meme merupakanĀ produk dari kebebasan berpendapat. Meme adalah sentilan sebagai bentuk kritik sosial di dunia maya. Di negara-negara Barat, kebebasan berpendapat ini dijunjung tinggi sehingga pendapat orang sepahit apapun tetap ditanggapi secara wajar. Dari warga biasa sampai pemimpin negeri dan institusi raksasa, semua bisa jadi sasaran kritik yang berwujud meme. Bayangkan saja, kalau Obama mencak-mencak dirinya jadi kritikan meme, setengah penduduk Amerika bisa jadi tahanan.

Meme ini adalah bentuk sindiran kepada Obama sebab tingkat pengagguran meningkat di masa pemerintahannya.

Lantas apa yang menyebabkan banyaknya meme berwujud kritik sosial? Menurut Plevriti, salah satu dari motivasi orang membuat meme adalah memberitahukan apa yang mereka lihat tak bermoral ata pokoknya tidak patut. Misalnya kebiasaan buang sampah sembarangan, kebijakan tidak pro rakyat, dan sebagainya. Dalam kasus Imelda, saya cukup yakin kalau latar belakangnya adalah rasa sebal karena penyimpangan polisi dalam menilang kendaraan. Ini rahasia umum dan saya rasa tak perlu diperdebatkan lagi. Lalu dia memberikan sentilan lewat meme.

Gaya bahasa dalam meme macam-macam. Biasanya berbentuk tidak langsung, misalnya sarkasme atau satir. Kalau anda tidak tahu arti sarkasme, silakan belajar dulu di KBBI. Kalimat barusan adalah contoh sarkasme. Kalau satir gaya bahasanya lebih halus dengan muatan ejekan yang sama. Berikut contoh meme tentang polisi yang saya rangkum dari internet.

Gaya satir. Sumber: chirpstory.com

Gaya campuran. Sumber: chirpstory.com

Sarkasme garis keras. Sumber: memecrunch.com

Meme yang bagus itu bukan hanya menyentil, tapi juga lucu. Saya suka baca situs yang banyak berisi meme sebab di dalamnya berisi kritik cerdas namun tetap lucu. Hanya saja, mengingat gaya bahasanya yang menyentil secara terselubung, orang yang membacanya perlu maklum. Yang membaca perlu punya selera humor agak tinggi. Meme adalah kritik namun sering disalahpahami sebagai upaya untuk merusak nama baik. Itu yang menurut saya kurang tepat dan perlu diluruskan.

Meme dan Aparatur Negara

Dalam kasus Imelda ini, saya yakin bahwa meme yang dibuat olehnya mirip dengan puluhan atau ratusan meme tentang polisi yang sudah beredar di internet. Pertanyaan saya adalah, apakah Imelda membuat meme untuk menjelekkan seseorang? Menurut saya, Imelda asal ambil foto polisi tanpa mengenalnya dan diedit saja untuk dijadikan meme (kalau mereka saling kenal, ceritanya sudah lain dan bisa valid untuk jadi perkara hukum). Yang dijadikan sasaran kiritik bukanlah satu orang polisi, namun citra polisi secara umum. Itu yang perlu disadari kita semua. Lagipula citra muncul karena fakta yang terjadi sehari-hari. Tak mungkin ada kritik berbentuk meme kalau tak ada kejadian yang kurang sreg.

Negara ini berlandaskan demokrasi. Ditambah dengan arus informasi yang tak terbendung dengan teknologi informasi, segala bentuk kritik yang muncul perlu ditanggapi dengan bijak. Menurut saya aparatur negara perlu menyadari hal tersebut. Itulah sebabnya dalam judul saya menyebut aparatur negara kekurangan selera humor. Kalau meme yang sejatinya buat sentilan lucu-lucuan ditanggapi serius, bisa pada stres nantinya. Kalau mau mencoba membatasi rakyat untuk tidak mengkritik aparatur negara, buat apa menamai Indonesia ini negara demokrasi. Aparatur negaraĀ harusnya berterima kasih telah ditunjukkan kesalahannya (walau dengan bahasa yang nylekit).

Saya pribadi menginginkan kesadaran semua pihak untuk lebih terbuka atas gejala sosial yang terjadi saat ini. Kritik terhadap institusi selalu ada. Cuma dulu sembunyi-sembunyi dan sekarang terang-terangan. Meme sekedarĀ media. Anggaplah itu sebagai candaan sekaligus kritik.

Tiap orang memang bertanggung jawab atas perkataannya. Tapi menyuruh tiap orang bertanggung jawab itu cuma ada di pelajaran Kewarganegaraan. Kalau saya lihat kritikĀ atau memeĀ yang menyinggung saya tapi tak benar, saya malas marah karena menghabiskan energi. Cukup membuktikan kalau kritikĀ itu salah. Kalau kritik itu memang benar, suka nggak suka ya saya terima. Simpel.

Bacaan Lanjutan

Satirical User-Generated Memes as An Effective Source of Political Criticism, Extending Debate, and Enhancing CivicĀ Engagement.Vasiliki Plevriti (2013)

10 respons untuk ā€˜Kasus Meme Imelda: Tanda Aparatur Negara Kekurangan Selera Humorā€™

  1. Betul mas, mungkin mereka terlalu serius karena kurang piknik hehe.
    Tapi kalau di pikir-pikir lagi cuma urusan beginian kok cara penanganan-nya serius banget ya, tapi untuk urusan-urusan rakyat yang lebih penting kok kayak beda(re:kurang serius) ya penanganan-nya

    Suka

  2. Kalau ada pasal yang paling tidak saya sukai pasti adalah pencemaran nama baik. Pasalnya orang kaya untuk menindas orang miskin itu ha ha ha imelda apes deh klo gitu

    Suka

  3. ya daripada menghujat, saya rasa satir dalam bentuk meme adalah yang paling halus karena interprestasi gambar diserahkan sepenuhnya kepada pembaca, jadi pembuat meme tidak mengarahkan opini, hanya menyajikan.

    Suka

Silakan berkomentar di sini