Disclaimer: Tulisan ini merupakan hasil observasi pribadi. Hasilnya belum teruji secara ilmiah. Penulis tidak bertanggungjawab atas penggunaan informasi dari tulisan ini. Kritik dan saran selalu diterima di bagian komentar.
Latar Belakang
Sebagian besar usia muda di Indonesia kini berkomunikasi lewat media sosial. Rentang bahasannya beragam, mulai pembicaraan kasual hingga transaksi bisnis. Jumlah individu yang terlibat pun beragam, dari komunikasi pribadi antara dua orang hingga. Media sosial mengakomodasi kebutuhan zaman modern yang mensyaratkan pertukaran informasi serba cepat. Kelebihan utama penggunaan media sosial sebagai sarana komunikasi adalah pemotongan langkah komunikasi konvensional. Seseorang tidak perlu bertemu dalam ruang dan waktu yang sama, tidak peduli bagaimana keadaan orang lain, serta tidak ada batasan dalam konteks sosial. Keadaan tersebut memungkinkan pertukaran informasi secara cepat.
Di sisi lain, pemotongan langkah komunikasi konvensional mengakibatkan kurangnya ikatan antara pihak yang berkomunikasi. Hal tersebut akan menyulitkan ketika muncul kebutuhan selain pertukaran informasi. Dalam tulisan ini yang dibahas adalah sulitnya untuk meminta pertolongan seseorang lewat media sosial.
Berikut ini beberapa contoh.
Mungkin ada yang bertanya di grup media sosial, lalu tidak mendapat tanggapan yang memadai.
[Ngobrolin satu topik]
Orang 1: “Ide bagus tuh. Setuju gw”
Orang 2: “Setuju.”
Orang 3: “Asal nggak wacana nih wkwk”
Orang 4: “Sori guys ada yang bisa nganter gw ke Jakarta besok sore?”
[hening]
[15 menit kemudian]
Orang 2: (ngobrolin topik baru)
Bisa juga lagi perlu sesuatu, kemudian post di media sosial. Ternyata tanggapan yang muncul minimal banget.
Hai semuanya. Minta tolong isiin kuesioner untuk karya ilmiah kami yang bertema perceraian iguana ya. Caranya gampang, tinggal klik di link http://lk.pd/iguanagalau dan jawab pertanyaannya.
Makasih banyak.
1 like | 0 comments
Kalau pernah mengalami hal seperti itu, jangan sedih atau kesal karena tidak ditanggapi. Hal tersebut merupakan respon natural dari peraturan tak tertulis dunia sosial.
Lewat tulisan ini saya bakal menjabarkan 2 hal
- Mengapa minta tolong lewat media sosial tidak efektif?
- Pada situasi apa minta tolong lewat media sosial itu tidak berguna?
Tulisan ini berlaku dalam konteks generasi usia produktif masa kini dengan konteks budaya indonesia. Intinya segmen masyarakat Indonesia yang banyak berurusan dengan media sosial. Kemudian lingkup permintaan bantuan yang dimaksudkan adalah minta tolong orang lain untuk melakukan sesuatu baik dalam urusan pribadi atau pekerjaan.
Hubungan Baik Lebih Luas Daripada Sekedar Hubungan Media Sosial
Sekarang saya ajukan dua pertanyaan untuk dipikirkan para pembaca.
- Kalau saya sedang membutuhkan bantuan, kepada siapa saya meminta tolong?
- Mengapa saya yakin orang tersebut mau menolong saya?
Biasanya siapapun dapat menjawab kedua pertanyaan tersebut dengan mudah. Orang yang dimintai tolong biasanya keluarga, pasangan, teman, kolega, dan sebagainya. Keyakinan bahwa orang tersebut mau menolong karena ada hubungan baik dengannya. Bahkan kepada orang yang baru dikenal pun seseorang bisa meminta tolong asalkan berhasil membangun hubungan baik sampai tahap tertentu.
Hubungan baik itulah kunci untuk membangun kepercayaan. Dengan kepercayaan yang terbangun, permohonan bantuan pasti ditindaklanjuti. Kalau para pembaca sendiri dimintai bantuan oleh saudara atau teman dekat dan sedang luang, pasti tidak enak untuk menolak. Nah, bagaimana hubungan baik itu dibangun? Jawaban yang sederhana adalah lewat komunikasi interpersonal yang baik.
Menurut blog sudikomunikasi, komunikasi interpersonal yang efektif bertujuan sebagai berikut:
- menemukan diri sendiri
- menemukan dunia luar
- membentuk dan menjaga hubungan yang penuh arti
- mengubah sikap dan tingkah laku
- hiburan dan kesenangan
- membantu memecahkan masalah.
Selanjutnya yang perlu dipelajari adalah bagaimana media sosial membantu mewujudkan keenam tujuan tersebut. Menurut artikel Philipp Rosenthal, media sosial sebagai alat komunikasi dipilih karena hal-hal berikut.
- Seseorang tidak perlu peduli siapa lawan bicara.
- Seseorang tidak wajib bertatap muka dengan lawan bicara.
- Seseorang tidak perlu peduli penampilan lawan bicara.
- Seseorang tidak perlu peduli berapa umur dan apa preferensi lawan bicara.
- Seseorang tidak perlu peduli gender lawan bicara.
- Seseorang tidak perlu peduli suasana hati lawan bicara.
- Seseorang tidak perlu mengikuti konvensi sosial yang berlaku.
- Seseorang tidak perlu menunjukkan informasi tambahan secara non-verbal.
- Seseorang tidak perlu takut menampilkan dirinya.
- Seseorang tidak bisa menilai secara subjektif dari reaksi lawan bicara secara non-verbal.
- Seseorang dapat mengabaikan hirarki dalam perkumpulan.
- Seseorang dapat menanyakan informasi kapanpun.
- Seseorang dapat bertanya tanpa batasan geografis.
- Seseorang dapat bertanya kepada orang yang tidak dikenalnya.
- Seseorang tidak wajib mengetahui sesuatu tentang lawan bicara selain fakta bahwa dia menyediakan informasi.
- Seseorang tetap merasa aman meskipun ditolak.
Singkatnya, media sosial sangat membantu semua orang, termasuk orang yang pemalu, untuk bergabung dalam aktivitas sosial. Hal tersebut dinilai efektif dalam konteks pertukaran informasi antar entitas organisasi.
Di sisi lain, kemudahan dalam berkomunikasi lewat media sosial tersebut mengorbankan kedalaman hubungan interpersonal. Dengan mengabaikan situasi lawan bicara dalam komunikasi, pembentukan hubungan baik akan sulit dilaksanakan. Apabila membangun hubungan baik saja sulit dilakukan, meminta bantuan menjadi tugas yang nyaris mustahil dilakukan lewat media sosial. Peran media sosial paling jauh adalah menyebarkan pesan permintaan bantuan agar bisa menjangkau banyak orang. Semua kembali pada konsep dasar, seseorang baru bisa meminta tolong lewat media sosial apabila dia sudah menjalin hubungan baik dengan lawan bicaranya.
Kondisi Terlarang untuk Minta Tolong lewat Media Sosial
Media sosial membantu menyebarkan informasi secara cepat. Hal tersebut mendorong seseorang untuk meminta bantuan lewat media sosial. Perlu diketahui bahwa kesuksesan aktivitas tersebut tergantung dari dua aspek: pengaruh terhadap lawan bicara di media sosial dan kedekatan hubungan dengan lawan bicara. Kondisi dalam media sosial yang membuat seseorang tidak memiliki satu pun aspek tersebut akan mengundang kegagalan.
Secara lebih detail, berikut kondisi terlarang untuk minta tolong lewat media sosial.
1. Tidak mengenal lawan bicara dengan baik
Ini sudah jelas, seperti yang dijelaskan dari awal. Ini berlaku untuk komunikasi dengan individu maupun kumpulan orang. Apabila tidak mengenal lawan bicara dengan baik, hubungan baik antara Anda dan mereka belum terbentuk. Anda mengenal sebagian orang dengan baik pun bukan jaminan mengenal lawan bicara kelompok dengan baik.
2. Berkaitan dengan isu di luar minat
Misalnya Anda masuk forum/grup media sosial tentang hobi touring motor. Tiba-tiba ada post yang menyatakan butuh bantuan untuk kerjasama beternak cacing. Nggak masuk dong bagi para anggota forum. Kecuali kalau cacing terbukti bisa jadi alternatif pertamax plus. Anda maupun anggota lain cenderung malas untuk menanggapi.
Faktor ini erat kaitannya dengan ketertarikan lawan bicara. Kalau tidak mampu membaca minat pihak yang Anda minta bantuannya, siap-siap saja kecewa.
3. Pengaruh ke lawan bicara kurang kuat
Contoh yang paling bagus untuk aspek ini adalah Ridwan Kamil, walikota Bandung. Beliau selalu menyajikan pemasaran program kerja yang menarik lewat media sosial. Selain itu, beliau pun tanggap terhadap suara masyarakat di media sosial. Tentunya diimbangi dengan aksi nyata dan interaksi langsung kepada masyarakat. Hal tersebut menumbuhkan kepercayaan masyarakat kepada beliau.
Dampak langsungnya, pengaruh Ridwan Kamil terhadap warga Bandung sangat besar. Saat beliau meminta tolong warga Bandung lewat media sosial, maka sebagian besar bakal mengikuti. Entah itu ajakan untuk kerja bakti massal, himbauan untuk kondusif saat Persib bertanding, dan sebagainya. Ridwan Kamil tidak mengenal siapa lawan bicaranya, namun dia berpengaruh dan dipercaya.
Kalau Anda meminta tolong lewat media sosial, Anda perlu evaluasi pengaruh Anda kepada mereka. Kalau pengaruh Anda lemah, lebih baik gunakan metode lain untuk meminta tolong.
4. Permintaan terlalu sulit bagi lawan bicara
Di kalangan mahasiswa ITB, pemilihan ketua acara tertentu biasanya dilakukan dengan oprec (open recruitment) atau closerec (closed recruitment). Nggak pernah ada (dan semoga jangan pernah ada) diskusi di media sosial mengatakan “Siapa ya disini yang mau jadi ketua makrab tahunan kita?” Sampai malaikat Isrofil meniup saksofon sangkakala pun nggak ada yang mau. Mengapa? Sebab permintaan tersebut memiliki konsekuensi besar bagi orang yang bersedia. Tidak bisa dijawab seketika.
Permintaan seperti itu harus dilakukan secara lebih personal. Maksudnya untuk mengetahui penawaran masing-masing pihak sampai tercipta kesepakatan. Jadi, pastikan permintaan Anda masuk akal.
5. Momentum minta tolong tidak tepat
Ini sulit dijelaskan. Pokoknya ada waktu dan suasana yang tepat untuk minta tolong, demikian pula sebaliknya. Misalnya di minggu ujian, ada seorang teman yang mengajak ditemani buat naik gunung. Tentu naik gunung menyenangkan. It’s just one does not simply leave exams and go to mountains, right? Pahamilah situasi dan waktu ketika Anda minta bantuan.
Kesimpulan
Media sosial adalah sebuah sarana yang powerful untuk bertukar informasi. Hanya saja tidak bisa digunakan sebagai alat utama untuk membentuk hubungan baik. Minta tolong lewat media sosial pun bisa terlaksana meskipun efektivitasnya tidak terlalu baik. Perhatikan kondisi-kondisi yang bisa menghalangi tercapainya hal tersebut.
Ouh masa sih
SukaSuka
Kalau minta tolong di media sosial, biasanya aku pakenya direct message. Kalau update status mah untuk senang-senang aja. Kalau pake direct message kan baru buat yang serius.
SukaSuka
Satu poin pentingnya sih minta tolong baiknya secara personal. Betul sih lebih nampak serius. Yang diminta tolong juga merasa spesial, hehe.
SukaDisukai oleh 1 orang
wih lengkap banget ilmunya Mas. Gegara minta tolong karena kedekatan di media sosial, pernah meleduk kasus penipuan beberapa tahun lalu. 😀
SukaSuka
Wah, kayaknya saya belum tahu. Gimana itu kasusnya mas?
SukaSuka
Social climber yang ngedeketin banyak blogger (ibu-ibu) muda dan memanfaatkan kebaikan mereka dengan minta tolong pake cerita palsu 😀
SukaSuka
Hihihi, kayaknya aku tahu ini kasusnya yang mana 😛 .
SukaSuka
Iya, kasus Pepi itu Ko 😛
SukaSuka
Begitulah, media sosial memang membantu hubungan antar manusia tetapi dengan ini kekompleksan baru justru muncul ya 🙂 .
SukaSuka
Betul. Hubungan antarmanusia memang kompleks, nggak peduli pakai teknologi termutakhir pun 🙂
SukaSuka
Ini tugas KIP ya? haha
SukaSuka
Niatnya sih begitu. Tapi ini topiknya ganti dari yang di awal, dan katanya nggak boleh. Jadi kesel. Buat KIP beda lagi.
SukaSuka
tapi kalau lagi curhat kan ngga papa kan hahaha *aku merasa tertuduh* kekeke
SukaSuka
Maaf kalau kesannya demikian. Maksudnya sih nggak nge-judge siapapun. Ini kan hasil studi sendiri. Paling nggak, jadi bisa membedakan mana situasi yang tepat maupun nggak tepat.
Belajar dari kejadian nggak enak itu perlu, supaya nggak terulang lagi 🙂
SukaSuka