Mengapa Mahasiswa Harus Menulis Skripsi

gambar kaos meme tuhan bersama mahasiswa tingkat akhir

Biar mantap, cantumkan kalimat sakti: Tuhan bersama mahasiswa tingkat akhir. Amin. (Sumber: tongsetancolony.wordpress.com)

Tulisan ini terinspirasi dari bimbingan dan nasihat dosen beberapa hari belakangan. Saya menulis ini dengan dua tujuan. Pertama, memacau semangat untuk menyelesaikan skripsi. Kedua, berbagi pencerahan dengan pencari wangsit ranah maya (terutama yang sedang dirundung stres tingkat akhir). Saya tidak mencoba memberi kata-kata motivasi. Banyak yang lebih jago. Yang ingin saya lakukan adalah menjabarkan esensi di balik kewajiban skripsi bagi mahasiswa S1.

“Mahasiswa adalah ujung tombak perubahan bangsa ini.” Ada yang pernah mendengar kalimat tersebut? Biasanya banyak diucapkan ketika masa ospek dengan mahasiswa senior. Kalimat mereka berapi-api, membakar semangat. Kadang-kadang juga sedemikian membosankan sampai bikin ngantuk (tapi jangan ngantuk kalau baca tulisan saya hehe). Sayangnya kebanyakan dari mereka tidak menjelaskan bagaimana cara menjadi ujung tombak perubahan bangsa ini. Bukan, bukan dengan berdemonstrasi. Kebanyakan demonstrasi berujung anarki. Gerakan mahasiswa? Bisa juga. Namun bukan yang utama. Menurut saya, mahasiswa menjadi ujung tombak perubahan dengan membawa ilmu kepada masyarakat.

Seorang mahasiswa selayaknya punya kualitas akademik dan idealisme. Dengan keduanya, mahasiswa menimba ilmu untuk memperbaiki masyarakat.

Apakah kita memilih untuk menjaga idealisme atau tenggelam dalam realita?

Lalu apa hubungannya dengan skripsi?

Skripsi adalah perwujudan kualitas akademik mahasiswa. Lewat skripsi, mahasiswa belajar untuk berpikir kritis dan menuliskannya secara sistematis. Kemampuan tersebut penting dalam jenjang kehidupan selanjutnya. Di sisi lain, mahasiswa juga membaca berbagai pustaka dalam rangka penulisan skripsi. Sebagian besar pustaka yang tersedia masih ditulis dalam bahasa asing. Penyerapan pengetahuan ke dalam Bahasa Indonesia akan menambah wawasan untuk negeri ini. Proses berpikir dan produk pengetahuan adalah bentuk kontribusi mahasiswa yang ‘dipaksa’ dengan skripsi.

Dalam skala yang lebih besar, makin banyak jumlah tugas akhir atau skripsi yang dibuat berarti makin banyak pengetahuan yang diserap. Setiap peradaban yang unggul dalam pengetahuan akan berjaya. Tidak ada yang bisa melakukan peran sebesar itu selain mahasiswa. Di situlah peran mahasiswa sesungguhnya sebagai ujung tombak perubahan.

Tentunya filosofi yang dijelaskan di sini adalah bentuk ideal. Terlebih lagi, tujuan mulia ini tidak tampak manfaatnya dalam jangka pendek. Skripsi lebih dipandang sebagai ‘tembok tinggi’ yang harus dilewati kalau ingin lulus kuliah. Akibatnya, segala cara dilakukan untuk melampaui tembok tersebut. “Yang penting saya lulus,” adalah pikiran keliru yang menghinggapi banyak mahasiswa sehingga skripsi dibuat asal jadi.

Skripsi memang sudah mencakup pemenuhan kualitas akademik mahasiswa, namun satu aspek lainnya tertinggal: idealisme. Kualitas akademik tanpa idealisme hanya berujung pada kuliah asal, belajar asal, dan berkarya asal. Idealisme harus dijaga oleh masing-masing mahasiswa, sebab itulah hakikat ujung tombak perubahan. Bagaimana cara menjaga kualitas idealisme mahasiswa? Mungkin harus ditanyakan ke nurani masing-masing. Apakah kita memilih untuk menjaga idealisme atau tenggelam dalam realita?

24 respons untuk ‘Mengapa Mahasiswa Harus Menulis Skripsi

  1. Jadi inget jaman kerjain skripsi sampe email ke profesor yang nulis paper acuan. Takut gak dibales karena pake bahasa inggris paspasan eh ternyata dibales. Ah masa-masa indah.. 🙂

    Suka

  2. Gara berkata:

    Mahasiswa menurut saya adalah pejuang, melalui pena mereka, melalui mimpi-mimpi mereka yang idealis. Dan skripsi adalah pedang yang sudah mereka tempa, hasil pembuktian dari mimpi yang mereka tuangkan dalam karya ilmiah terstruktur. Sekarang tinggal soal kita, apakah kita mau percaya dengan mimpi mereka, guna mencapai negara yang kita sama-sama impikan, atau kita malah asyik dengan mimpi sendiri, menganggap diri paling hebat, dan membiarkan mimpi-mimpi yang terbukti itu usang dalam satu tumpukan si sudut dunia pustaka? :hmm…

    Suka

    • Itu juga satu bentuk tindak lanjut yang menarik, mas Gara.
      Saya sendiri percaya mahasiswa menghabiskan biaya tidak sedikit dalam rangka menyelesaikan skripsi. Itu adalah studi yang dapat dipertanggungjawabkan, meski belum tentu benar 100%. Sedih juga kalau melihat skripsi selesai dan tertinggal begitu saja. Kuncinya ada di mahasiswa, pihak kampus dan pemerintah. Kalau berani mewajibkan mahasiswa bikin skripsi, harus berani juga memanfaatkan sebaik-baiknya.

      Disukai oleh 1 orang

      • Gara berkata:

        Nah, itu dia yang sebenarnya kurang sekali, Mas. Setuju.
        Semoga menteri pendidikan tinggi yang sekarang bisa lebih peduli akan hal ini ya :)).

        Suka

  3. Terima kasih bang Yogi atas pencerahannya. Kalau saya ngaca sendiri, agaknya saya memang idealis, cuma kurang yakin kalau ada arus yang lebih kuat dibanding yang saya hadapi sekarang. Mungkin saya harus membuat keyakinan itu semakin membengkak biar saya tidak tergiur tawaran-tawaran yang menurunkan kredibilitas saya. (ngomongnya kayak udah nyelesei bab 1-3, tinggal seminar proposal) 😀 😀

    Suka

  4. masbro, saya cuma mau berbagi saja yah ini..
    ketika dulu saya sibuk kuliah dan jungkir balik menyelesaikan skripsi, dan ketika di ujung tanduk, saya senada berpikir seperti itu, dan setelah lulus rasanya laur baisa bro.

    kalau untuk saya sih memang skripsi itu salah satu bentuk nyata dan hasil intelektulitas seorang mahasiswa, namun ketika saya masuk dunia NYATA dan bergelut bekerja sekian lama, skripsi itu ndak ada apa-apanya bro!! ciyus deh… 😀

    terlepas nanti masbro bekerja di bidang apa nantinya or bahkan yang lagi ngetren sekarang, bikin usaha or startup keren, kemampuan mencari materi skripsi, riset, membaca, berdiskusi, menulis, menyusun skripsi, mencari teori yang valid, lalu pembuktian, kemudian kemampuan presentasi, dan tentunya di hari h-nya, yaitu ketika berdebat dan mempertahankan skripsi kita agar bisa diterima dewan penguji, dan akhirnya menyusun revisi, penjilidan, melengkapi administrasi, bahkan ketika persiapan wisuda,menurut saya yang melaluinya tak akan terlupakan bro!! dan yang terpenting itu semangat juang yang spartan bakal membekas… itu pengalaman saya sih bro..

    anyway pas kerja nanti masbro juga bakal bikin “tulisan: model gitu juga, dari proposal sampai report yang nilainya sekian juta bahkan sekian M, ya bakal bikin tulisan senada skripsi itu.

    so, soal idealisme itu ke diri masing-masing bro, kalau masbro mau mempertahankannya dan emang OK, ada Tuhan yang Maha Baik bakal membantu, kalau mau asal lulus, ya masboro cuma” segitu aja berartinya, anyway skripsi bagus dan nilai tinggi juga bukan jaminan sukses, tapi ini soal pencapaian dan kepuasan pribadi loh.. kalau cuma lulus aja ya silahkan, tapi kalau maksimal dan kalau bisa idealis kenapa enggak, hidup toh cuma sekali, lakukan maksimal bro..

    Suka

    • Saya tidak men-judge siapapun mas. Kalau ada kekeliruan, bukan akibat dari satu orang. Dilihat dari kondisi sekarang, nggak ada bedanya bentuk penghargaan skripsi yang dibuat serius atau asal-asalan. Jadi wajar saja muncul pendapat “Kenapa gue harus repot-repot skripsi serius?”

      Suka

  5. Setuju banget dengan isi tulisan ini. Pandangan bahwa skripsi hanyalah sebatas tembok tinggi yang harus dilalui agar bisa lulus menurutku adalah pandangan yang ‘menyedihkan’, karena artinya proses pembelajaran yang seharusnya bisa didapatkan dari pengerjaan skripsi bisa menjadi sia-sia. Padahal banyak sekali yang bisa dipelajari/dilatih dari skripsi: cara berpikir ilmiah, obyektif, menyampaikan pendapat/pikiran dengan ringkas dan jelas, hingga ke integritas.

    Suka

  6. *langsung pusing baca tentang skripsi* hahaha. Walaupun iya banyak hal-hal yang bisa dikenang. Ah tapi saya gak mau lagi ke masa-masa ngerjain skripsi 😛

    Suka

  7. Yang banyak terjadi sekarang, selesai skripsi, hasil penelitiannya hanya masuk ke perpustakaan saja. Andaikata skripsi bisa jadi sesuatu yang lebih bermanfaat dan real, pasti bisa memberikan impact lebih besar dari dunia akademis untuk negeri ini 🙂

    Disukai oleh 1 orang

    • Saya setuju dengan itu, nanti scope nya jadi lebih besar lagi: sinergi antara akademik, pemerintah, dan industri. Korea Selatan pun salah satu kunci suksesnya karena ketiganya berseinergi dengan sangat baik.

      Suka

  8. Fahmi berkata:

    terima kasih,, semakin tercerahkan bagi saya untuk berjuang dalam membuat skripsi,, demi masyarakat dan Ilmu yang saya pelajari,, terima kasih mas

    Suka

  9. Diawal penulisan skripsi ada tulisan kata pengantar,latar belakang dan bla bla bla, namun diawal komentar postingan ini menurut saya ya ini. heheheheh

    Skripsi menurut pandangan saya dari sudut tertentu hanya mengetes kesabaran mahasiswa dalam konsultasi skripsinya pada dosen. kenapa demilkian..?

    Si A yang membuat skripsinya dengan serius dan setiap harinya kejar-kejaran dengan dosennya hasilnya di simpan di perpustakaan, demikian dengan Si B yang skripsinya dibuat orang lain,ketika konsultasi kejar-kejaran juga dengan dosenya dan hasilnya juga di simpan di pustaka.

    Suka

Silakan berkomentar di sini